CERPEN
07.55
CERPEN
KASUS “ESWN”
Oleh : Monica Ranti Hansari XIA1/27
Jepang Tahun 2014
Sudah lama
aku tidak ke Indonesia. Rasanya kangen sekali. Dulu waktu kecil aku dibesarkan
di negeri ini. Tapi karena peristiwa itu, aku dibawa ke Jepang oleh orang
tuaku. Dan karena suatu MISI aku harus kembali ke Indonesia. Saat pesawat Japan
Airlines lepas landas, aku segera tidur. Untuk mengistirahatkan tubuh dan
otakku. Aku tidak tahu siapa yang akan menunggu kedatanganku. Musuhkah??
Indonesia tepatnya Surabaya Tahun
2014 Jam 08.00 WIB
Wow...
Tak terasa aku sudah sampai di Indonesia, maksudku Surabaya. Aku langsung
mengambil koperku dan langsung pergi dari bandara itu. Tak lupa kupakai
kacamata hitamku dan masker agar tak ada yang mengetahui identitasku. Oh ya...
Perkenalkan aku Tony Anthonio. Seorang detektif SMA.
Madiun Tahun 2014
Sebenarnya
aku ingin tinggal di rumah masa kecilku dulu. Tapi karena untuk menjaga
identitasku maka aku disuruh oleh senior plus ketua penyelidikan misi ini,
untuk tinggal di tempat lain. Maka akupun membeli sebuah rumah kecil di Madiun.
Dan memulai hidup baru dengan identitas baru. Yeay!!!
Mulai
dengan sekolah. Sebagai detektif dengan IQ di atas rata-rata, aku bisa dengan
mudah masuk ke SMA Favorit di wilayah Madiun. Maka aku memutuskan untuk
bersekolah di SMAN 1 Geger. Yang merupakan Sekolah Adiwiyata. Maka akupun
langsung kesana dan mendaftar. Tidak sulit untuk mendaftar disana. Karena semua
staf disana sangat ramah khas orang Indonesia. Dan mungkin juga karena aku
pernah bersekolah di SMA bergengsi di Jepang. Semua guru terkagum kagum. Aku
hanya tersenyum kecil mendengar pujian mereka Dan aku masuk di kelas XI A1.
Lalu
aku pun diajak untuk berkeliling oleh satu staf yaitu seorang bapak bapak yang
umurnya sekitar 45 tahunan lah. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Pak Hasan.
Lalu mulailah tour. Saat tour, beliau menjelaskan sejarah SMAN 1 Geger dan
bagaimana usaha SMA ini untuk memperoleh gelar Adiwiyata. Tapi maaf sekali, Pak
saya tidak tertarik dengan itu semua. Aku malah tertarik dengan siswi-siswi
yangg ada disana. Hehehe. Bukannya aku berotak mesum, tapi coba lihat banyak
sekali atau bahkan semua siswi disini memakai jilbab. Mungkin kedengaran biasa
bagi kalian di Indonesia. Tapi aku yang selama bertahun-tahun di Jepang, selalu
melihat siswi-siswi cantik Jepang dengan rok mini mereka yang berkibaran
laksana bendera karena tertiup angin.
Saat
takjub melihat siswi-siswi disini, perasaanku mulai aneh, insting yang selama
ini kulatih untuk mengetahui akan bahaya mulai menunjukkan tandanya. Kuedarkan
pandanganku untuk mencari sumber keresahanku. Kulihat sesosok cowok berkulit
putih, berkacamata sedang duduk membaca di perpustakaan. Cowok itu menatapku
tajam dan tersenyum miring. Kulihat sorot matanya yang menunjukkan kebencian
yang mendalam. Seperti sorot mata Sasuke kepada Itachi. Eits... Kenapa aku
malah memikirkan Sasuke si cowok cool tapi kejam. Ketahuan nih, kalo aku suka
nonton anime. Hihihi...
Balik
lagi ke cowok itu. Saat aku menatapnya balik dengan sorotan mata yang tajam. Ia
malah meneruskan membaca buku yang ia pegang.
Lalu aku bertanya pada Pak Hasan siapa cowok itu. “Dia itu Johan. Ia
berada di kelas yang sama denganmu nanti. Dia itu yatim piatu. Dia itu aneh.”
Kata Pak Hasan. “Aneh? Maksud Sensei eh sorry bapak, Gila??” balasku. “Mungkin
ya, lihat saja ia selalu tersenyum sinis pada semua orang. Saya juga heran
kenapa ia bisa masuk ke sekolah elit ini.” kata Pak Hasan heran. “Seperti yang
saya lihat di film film, Pak. Mungkin ia seorang psikopat. Hihihi... “ kataku
untuk menakuti Pak Hasan. “Apa? Si
Komat? Siapa itu Si Komat?” kata Pak Hasan heran. Ingin menakuti malah gurunya
bloon. Kueesel. “Psikopat, Pak. Itu loh pembunuh berdarah dingin. Masa bapak
gak tau.” Kataku dengan sedikit berteriak. “ Aduh, cah bagos. Endak ada orang
yang berdarah dingin. Semua orang itu berdarah panas. Masa pelajaran biologi
sudah lupa. Yang berdarah dingin itu kan cuma hewan. Ada-ada kamu nak.” kata
Pak Hasan memberi penjelasan panjang dan lebar. Saat mendengar penjelasan
beliau, aku.. rasanya ingin marah. Sebelum melakukan hal-hal yang kejam, aku
langsung pamit untuk pulang saja.
Keesokan harinya. Pukul 07.00 WIB
Sampailah
aku di depan gerbang sekolah baruku. Aku langsung masuk ke kelas baruku dengan
sikap sok cool. Dengan memasukkan kedua tangan di saku celana mirip drama Korea
gitu deh. “Assalamu’alaikum.” salamku. “Wa’alaikum salam.” jawab guru perempuan
itu dengan suara merdu khas guru pada umumnya. “Kamu pasti anak baru itu kan?.
Wah kamu ganteng sekali nak. Pertama kenalkan saya Bu Ninik selaku Guru Biologi
dan juga wali kelas ini. Nah sekarang gantian, perkenalkan diri kamu!”
jawabnya. “Selamat pagi, guys. Perkenalkan namaku Tony Anthonio. Kalian boleh
memanggilku Tony. Sebelumnya saya pernah bersekolah di Jepang tepatnya di
Tokyo.” kataku dengan suara sehalus mungkin. Saat mengatakan aku berasal dari
Tokyo, semua murid disana takjum. Dasar anak kampungan. Huuu.
Meskipun begitu
aku tetap tersenyum ramah, dan kuedarkan pandanganku untuk mencari si cowok
aneh itu. Dan ternyata ia memang sekelas denganku. Wow. Dan ternyata ia duduk
di bangku paling belakang plus sendirian pula. Menambah kesan misterius saja
ia. Dan untungnya aku tidak disuruh duduk sebangku dengannya. Karena kenapa?
Karena ada siswa lain yang sendirian juga, ia berada di depan. Aneh? Kenapa
mereka tidak menjadi teman sebangku saja. Padahal kata Pak Hasan siswa kelas
ini jumlahnya 30.
Saat akan
duduk di bangku baru, teman sebangkuku yang baru langsung menyodorkan tangan
untuk berkenalan. “Hai namaku Gilang.” “Hai juga, sob.” Balasku dengan
tersenyum lebar.
Pada malam
harinya, aku menerima berkas-berkas file yang dikirim oleh seniorku melalui
fax. Kubaca dengan teliti dan cermat mengenai kasus yang kami tangani. Aku
yakin jika dalang pembunuhan ini kabur ke Indonesia. Sebaiknya aku harus sangat
waspada dengan hal-hal kecil mulai sekarang. Siapa yang tahu, jika ia
mengetahui kalau aku akan membuntutinya sampai kesini. Kubaca ulang
berkas-berkas itu. Yang harus kuingat ciri-ciri si pelaku merupakan lelaki yang
masih muda, tinggi, dan mempunyai bekas luka memanjang mendatar di punggungnya.
Ada hal yang
menarik perhatianku, si pelaku membuat goresan besar di belakang tubuh semua
korban. ESWN. Aku masih bingung dengan kode ini. Sebelumnya aku berkesimpulan
kalau :
E = East =
Timur pada tubuh Nyonya Mouri Mizuna (korban kesatu)
S = South =
Selatan pada tubuh Nona Shinriku Doji (korban kedua)
W = West =
Barat pada tubuh Tuan Kage Hiroshi (korban ketiga)
N = North =
Utara pada tubuh Tuan Aosato Arashi (korban keempat)
Aku
berkesimpulan kalau si pelaku suka main mahyong karena dalam permainan mahyong
urutannya “E”, “S”, “W”, “N”. Dan tunggu
dulu. Nama mereka, mengandung arti air, tanah, api, dan badai.Badai bisa
diartikan angin, pikirku. Apa-apaan ini, apa dia suka nonton Avatar Aang? Dan satu lagi keanehannya, keempat korban ini
adalah sahabat karib. Semua kerumitan ini membuatku pusing. Ditambah ada anak
aneh dikelas baruku. Tambah membuatku pusing tujuh keliling. Huuff..
Keesokan harinya
Pertama,
aku harus mencari informasi mengenai anak aneh atau bisa kusebut Johan. Seperti
biasa aku bisa membaur dengan mudah dan mendapat informasi mengenai Johan,
·
Dia itu aneh, pendiam, suka senyum sendirian lagi.
·
Dia itu yatim piatu. Tapi aku curiga, bagaimana ia
memperoleh uang untuk sekolah dan biaya hidupnya. Masa sih, dia itu kerja
dengan penampilan seperti itu?
“Apa kalian
tidak takut dengannya?” tanyaku. Sebagian besar mengatakan tidak.
Setelah
pulang sekolah, aku langsung tertidur pulas. Kudengar suara langkah kaki yang
berat mendekati kamarku. Dan pintu kamarku terbuka secara perlahan menunjukkan
sesosok manusia berpakaian hitam dengan membawa sebuah pedang. Perlahan tapi
pasti sosok itu mulai mendekati tempat tidurku dan menunjukkan wajah aslinya.
Kulihat Johan yang sedang berdri di hadapanku. Dan ia langsung menebas tubuhku. Tubuhku berlumuran darah dan
aku pun terkapar tak berdaya.
“Tidaaak..!!!”
jeritku. Dan aku terbangun dengan tubuh berkeringat dingin. Firasat apa itu
tadi? Dengan tubuh masih gemetaran, aku
langsung ganti baju dan langsung ke rumah Pak Hasan. Alasan kesana tak lain dan
tak bukan untuk meminta berkas-berkas sekolahnya si Johan. Dengan memohon dan
memelas amat-amat sangat dengan wajah super cute yang kutampilkan, akhirnya Pak
Hasan luluh juga dan memberikan berkas itu. Lalu aku pulang ke rumah dan
membaca berkas itu. Ternyata rumah Johan di sekitar perumahanku. Mengetahui hal
itu aku sedikit parno.
Maka aku pun
bergegas ke rumahnya dengan diam-diam. Karena aku tahu semua rumah yang ada
disini mempunyai pintu belakang, maka akupun menyelinap ke pintu belakang rumah
Johan. Dan anehnya, pintu itu tak terkunci. Ya iyalah, mungkin ia sudah pulang
sekolah kalee. Kubuka pintu kenop itu perlahan-lahan dan nampaklah ruangan yang
gelap gulita. Untung ini masih siang, jadi ada sedikit penerangan lah. Setelah
masuk ke dalam rumah aku pun menutup pintu secara perlahan. Aku menyusuri rumah
ini tanpa penerangan sama sekali. Ini sangat aneh, pikirku. Rumah ini seperti
tidak ada jendela. Karena rumah ini tidak ada secuilpun berkas sinar matahari
yang menerangi rumah ini. Kutajamkan telingaku, tapi tak ada suara satupun
disini. Terus, dimana Johan??
Saat
menemukan kamar pertama, kudekatkan telingaku. Tak ada suara. Kubuka pintu itu.
Dan menampakkan kamar cowok yang berantakan. Dinding-dinding yang tercoret oleh
cat merah atau apalah namanya. Deg. Tiba-tiba jantungku terasa mau copot. Di
atas ruangan kamar yang diplafon ada tulisan ESWN. Apa arti semua ini? Apa
jangan-jangan Johan adalah pembunuh yang kami cari?
Aku
langsung kabur dan kembali ke rumahku. Kukunci semua pintu, jendela. Aku tak
tau kenapa aku sangat ketakutan? Kukirim email kepada seniorku.
Kepada :
Senior Rese
Sepertinya
aku menemukannya.
Tak
lama kemudian, ia membalasnya emaiku.
Aku akan
kesana
Keesokan
harinya, aku tidak masuk sekolah. Sakit itu alasannya. Eh tunggu, aku sakit?
Tidak mungkin. Aku memang berbohong. Itulah keahlianku. Sebenarnya aku ingin
menyelidiki sesuatu. Saat akan mengunci pintu rumah, kudengar teriakan seorang
wanita. Kyaaa.... Aku segera berlari ke sumber suara. Ternyata berasal dari
rumah Bapak Witoyo Hadi Saputra. Kulihat darah mengalir dari punggungnya dan
menampakkan goresan E.
E = East =
Timur pada tubuh Bapak Witoyo Hadi Saputra
“Apa-apaan
ini?’ teraikku sambil marah. Aku menyuruh istri Bapak Witoyo untuk memanggil
polisi. Dan terkejutlah aku, saat aku berbalik hendak keluar rumah beliau,
disana muncul seniorku. Ia bernama Ray. Mungkin namanya kedengar keren, tapi
orangnya tidak keren-keren amat. Malah ia selalu bersikap sok tegas, serius,
dan semua omongannya harus dipatuhi dan dilaksanakan.
“Kasus ini
dimulai lagi!” katanya dengan sok
tenang. “Lalu dimana dia sekarang?” tanyanya. “Mungkin dia sekolah. Dia
kan harus punya alibi. Jika ia tidak sekolah sama sepertiku, mungkin aku akan
curiga dan akan menghajarnya.” Balasku tak kalah keren. “Jangan bersikap
gegabah. Dalam menangani seorang psikopat, kita harus pintar mengendalikan
emosi. Jangan sampai ia mengusik perasaanmu. Yang akan membuatmu terbunuh.”
“Yes, Sir!” jawabku dengan kesal.
Kutunjukkan
rumah Johan. “Rumah yang biasa. Sempurna
untuk penyamaran.” Kata seniorku. Lalu aku mengajak seniorku itu ke rumahku.
Dan menjelaskan semua hipotesa yang aku peroleh. “ Pertama E menunjukkan air.
Menurutku air itu merupakan simbol untuk menunjukkan kutub. Kutub itu kan
banyak air kan?” jawabku seenaknya, seniorku itu langsung cemberut. “S menunjukkan tanah, W menunjukkan api, dan
N menunjukkan udara. Mungkin si Johan ini suka nonton Avatar Aaang.”jawabku
dengan bodohnya. Menambah kecemberutan seniorku itu. “Mungkin bisa diterima.
Karena psikopat itu suka yang aneh-aneh. Mungkin ia pikir, ia bisa menjebak
kita dengan berpikir jika seorang psikopat tidak menyukai hal-hal yang berbau
kekanakan. Untung punya junior yang suka nonton anime.” Balasnya dengan sinis.
Mendengar ejekan itu aku langsung cemberut.
Keeseokan
harinya, aku menemui istri Alm Bapak Witoyo. Untuk meminta semua kenalan Bapak
Witoyo. Awalnya ia kaget, untuk apa aku membutuhkannya. Aku menjelaskan jika
ada tiga orang lagi yang akan mati. Nampak raut wajahnya ketakutan “Apa..
apakah a..aku akan ma...ma.. mati?” tanyanya dengan badan gemetaran. “Nama anda
Sulistyowati, kan?” tanyaku. Dia mengangguk. “Kurasa tidak.” Dia sedikit rileks
dan mencatat semua kenalan Bapak Witoyo.
Setelah
itu aku pulang kerumah. “Kapan kita akan menangkapnya?” tanyaku sambil
menyodorkan kertas itu. “Setelah kita mengumpulkan bukti yang nyata
sebanyak-banyaknya.” Jawabnya. Lalu kami sama-sama memeriksa semua nama yang
memiliki arti tanah, api, dan udara. Tapi aku masih bingung, bahasa apa yang
akan Johan ambil. Sebelumnya ia mengambil bahasa Jepang, lalu di Indonesia
memakai bahasa Jawa. Apakah bahasa Jawa yang akan ia gunakan??
Ternyata
memang bahasa Jawa, yang ia gunakan. Pasalnya ada berita tentang pembunuhan
yang korbannya terdapat luka sabetan di punggungnya. Huruf S.
S
= South = Selatan pada
tubuh Radit Bumi Putra
Sebelum
jatuh 2 korban lagi, kami bersama polisi setempat melindungi Bapak Bahni
Widagdo dan Bapak Bayu Suwando. Kami berkumpul di rumah Kepala Polisi Madiun.
Kami disana menginterogasi keduanya. Mereka kelihatan ketakutan. “Apa kalian
punya hubungan dengan Johan?” tanyaku. “Bahkan kami tidak mengenalnya.” Jawan Bapak
Bayu. “Kalau begitu bagaimana dengan Bapak John Thomas?” tanyaku lagi. Saat aku
menyebut nama John Thomas, mereka kelihatan ketakutan. “DIAM BERARTI IYA.” Kataku. “Sebenarnya kami dan Witoyo adalah
sahabat karib, kami suka main mahyong. Itu saja.” Kata Bapak Bahni. “Benarkah?”
tanya seniorku.
“Se..sebenarnya.
Dia pernah kesulitan uang. Dia pernah meminta untuk dipinjami uang kepada kami.
Tapi kami menolaknya. Sebenarnya alasan kami tidak meminjami ia uang, karena
kami tau uang itu untuk foya-foya saja. Tapi kami salah. Salah besar. Ia
meminjam uang untuk berobat. Karena ia menderita kanker . Lalu ia meninggal.
Tapi, ia tidak pernah menceritakan ajika ia punya anak. Ia mengatakan kalau
anaknya sudah mati.” Jawab Bahni. “Lalu Johan membalas dendam kepada kalian
semua! Masuk akal.” Jawab seniorku sambil minum teh.
“Tapi ada
satu hal yang aneh, bagaimana dengan korban yang ada di Jepang?”tanyaku heran
“Sebenarnya yang membunuh mereka bukan Johan. Kau tahu arti copy cat?” tanya
senior padaku. “Kucing yang fotocopy.” Jawabku sekenanya. Semua yang ada di
ruangan tertawa terbahak-bahak kecuali seniorku, ia marah. Hehehe.. “Copy cat
itu berasal dari kebiasaan anak kucing yang suka meniru tingkah laku induknya.
Jadi, kalau melakukan sesuatu dengan meniru cara orang lain. Itulah yang
dinamakan copy cat.” Jawab seniorku. Aku langsung cemberut. Dia seakan-akan
membuatku menjadi detektif tolol. Memang ia sudah ahli dalam bidang beginian.
Dia kan bekerja hampir 13 tahun. Sedangkan aku Cuma anak bau kencur. Sebel
rasanya... Tau gak sakitnya dimana? Sakitnya tuh disini...
Kriing...Kringg...
Kriingg. Suara telepon berbunyi. Berasal dari smartphonenya Bapak Bahni. Wow
Samsung Galaxy Note.. Iri banget gue. “Dari siapa?” tanyaku. “Dari nomor tak
dikenal” jawab Bapak Bahni. “Tolong disadap, pak!” mintaku. “Baik” jawab Pak
Letnan. “ Angkat” kataku. “Halo, ini siapa?” dengan wajah ketakutan ia
mengatakan tanpa bersuara. Kulihat dia mengatakan Johan. Lalu Bapak Bahni menutup teleponnya. “Dia
menyuruhku untuk menemuinya di rumahku. Ia menyandra istri saya.” Jawabnya
sambil ketakutan dam menangis. “Sepertinya ini umpan, mungkin ia sudah
mengetahui kalau kita sudah mengetahui identitasnya.” Jawabku. “Ayo kita segera
kesana”
Setelah tiba
di rumah Bapak Bahni. Semua polisi bersiap-siap untuk menembak. Aku dengan
membawa pistolku mendobrak masuk rumah. Kulihat Johan mengacungkan pistol ke
kepala istri Bapak Bahni. “Kau tau bagaimana aku membunuh mereka? Aku
mengatakan kalau aku adalah anak dari John Thomas. Aku mengatakan kepada mereka
kalau aku ingin bersilahturahmi dengan mereka. Mengatakan hal-hal manis dan
pujian kepada mereka. Bahwa ayahku sangat menyayangi mereka. Kau tau itu
sungguh memuakkan. Lalu kupukul kepala mereka dari belakang agar mereka
pingsan, dan menusuk jantungnya dan membuat luka goresan. Mungkin kau tau arti
goresan itu. Karena akuu dan dia adalah sama.” Kata Johan dengan senyum
kemenangan.
“Apa
maksudmu sama. Pembunuh yang ada di Jepang itu bukan loe. Tapi Shin Mayo.
Jangan-jangan kalian saling kenal atau bahkan keluarga?” jawabku dengan
tololnya seperti biasa. Dengan kelengahan ini, senior dan polisi muncul melalui
pintu belakang dan menembakkan peluru dan mengenai tangan Johan yang
mengacungkan pistol ke kepala istri Bapak Bahni. Awww. Suara erangan Johan
seperti singa saja ya, pikirku. Tanpa pikir panjang aku langsung menyeret
wanita itu dan keluar dari rumah itu. Saat aku akan masuk, aku ingat jika aku dilarang
terlibat dalam baku tembak dalam penangkapan. Maka aku mundur dan tidak jadi
membunuh Johan.
Lalu keluar
sosok kedua lelaki keren dan satu cowok yang berlumuran darah. “Kenapa kalian
tidak membunuh si brengsek ini? Bagaimana jika ia kabur? Ia akan membahayakan
nyawa orang lain di luar sana!!” kataku. “Itu urusan polisi.” Jawab seniorku.
Lalu kulihat Johan digiring masukke dalam mobil hitam putih itu. “Mungkin dia
akan dicuci otak. Aku harap.” Jawabku. “Ada satu lagi, kita belum menangkap
dalang pembunuhan yang sebenarnya. Johan berkata kalau ia dan Shin sama. Apa
maksudnya?” tanyaku.
Keesokan
harinya. Berita tentang penangkapan pelaku pembunuhan sadis itu tersebar di
semua media. Bahkan Internasional pun mengetahui. Mungkin mereka heran,
bagaimana mungkin cowok berusia 17 tahun bisa melakukan hal-hal kejam begini.
Mereka tidak tahu jika Johan hanyalah sekedar alat. Karena permainan baru saja
dimulai.
0 komentar